Senin, 25 Juli 2011

QANAAH DAN TOLERANSI

       
       Semasa hidupnya, Rasulullah selalu memberi contoh secar alangsung dalam menerapkan Akhlaqul karimah (akhlaq mulia).  Diantara akhlak mulia tersebut adalah sikap qanaah dan Tasamuh. Agar sifat mulia ini bisa menjadi ciri khas maupun karakter pada diri kita, maka langkah awalnya harus dipahami, diyakini bahwa sifat ini akan membawa manfaat ketentraman dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Tidak cukup itu, apabila kita menerapkan akhlak mulia tersebut, maka akan mendapatkan balasan sebagai amal yang baik kelak di akhirat.

A. Qana’ah

       Qanaah menurut arti bahasanya adalah merasa cukup. Dan secara istilah qanaah berarti merasa cukup atas apa yang dimilikinya. Misalnya, orang sudah diberi karunia rizqi oleh Allah SWT berupa gaji setiap bulan, maka dia merasa cukup dan bersyukur kepada-Nya. Lawan kata dari qanaah ini adalah tamak. Jadi, orang yang tamak adalah orang yang selalu merasa kurang, kurang, dan terus merasa kurang, walaupun dia sudah mendapatkan karunia dan rizqi berlimpah. Dengan demikian, orang yang tamak ini identik dengan rakus, semuanya ingin dimiliki. Sudah punya satu, ingin dua; sudah punya dua, ingin tiga; sudah punya tiga, ingin empat, dan seterusnya. Sudah mempunyai ini, ingin juga yang itu; sudah punya itu, masih ingin yang lain. Akan semakin berbahaya apabila orang yang tamak ini tidak lagi menghiraukan mana yang halal dan mana yang haram.

Bersikap qona’ah paling tidak meliputi 5 hal yaitu :
1.  menerima dengan rela apa yang ada
2.  memohon kepada Allah suatu tambahan rezeki yang layak dan diiringi dengan ikhtiyar
3.  menerima dengan sabar akan semua ketentuan Allah
4.  bertawakkal kepada Allah
5.  tidak tertarik oleh segala tipu daya yang bersifat duniawi

        Komponen-komponen qona’ah di atas merupakan suatu kekayaan bagi umat Islam yang sangat    hakiki. Artinya : Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari-Muslim).

Manfaat Qanaah 

         Orang yang qona’ah akan senantiasa merasa tenteram dan merasa berkecukupan terhadap apa yang dimilikinya selama ini. Karena meyakini bahwa pada hakikatnya kekayaan ataupun kemiskinan tidak diukur dari banyak dan sedikitnya harta. Akan tetapi, terletak kepada kelapangan hatinya untuk menerima dan mensyukuri segala karunia yang diberikan Allah SWT.
Hadis Rasulullah saw.
Artinya : “Dari Abdillah bin Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Sungguh beruntung orang yang beragama Islam dan dicukupkan rizqinya, kemudian merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.” (HR. Muslim).

         Tidak sedikit orang yang secara materi melimpah, tetapi tetap merasa miskin, tamak, serakah, dan rakus. Sifat qona’ah merupakan mesin penggerak batin yang senantiasa mendorong manusia untuk meraih suatu kemajuan hidup yang disesuaikan dengan kemampuan diri. Begitu pula segala gerak langkah dan orientasi hidupnya selalu tergantung kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda :

Artinya: “Dari Hakim bin Hizam RA. Ia berkata : “Saya minta kepada nabi, maka beliau memberi kepadaku. Kemudian saya meminta lagi dan diberinya lagi, kemudian beliau bersabda : “Hai Hakim! Harta ini memang indah dan manis, maka siapa yang mengambilnya dengan kelapangan hati, pasti diberikan keberkatan baginya. Sebaliknya siapa yang menerima dengan kerakusan pasti tidak berkah baginya, bagaikan orang makan yang tak kunjung kenyang.” (HR. Bukhari Muslim).

         Untuk menumbuhkan sifat qona’ah tentunya tidak langsung jadi dengan sendirinya. Agar bisa mempunyai sifat itu, memerlukan latihan dan pembiasaan-pembiasaan sejak dini yang pada akhirnya sifat tersebut akan mendarah daging dalam diri seseorang sebagai bagian dari hidupnya. Dengan demikian, hatinya akan senantiasa merasa tenteram dan stabil selama di dunia serta senantiasa siap menyongsong kehidupan di akhirat.

       Qona’ah bukan berarti menerima apa adanya disertai dengan sikap malas, tetapi harus diiringi dengan usaha keras. Jika usaha tersebut hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya, maka harus diterima dengan sikap sabar. Sebaliknya jika usaha tersebut memperoleh hasil yang memuaskan, maka yang menyertai adalah sikap syukur kepada Allah SWT.

        Dengan sikap qona’ah ini berarti kita menanamkan pola hidup sederhana yang sehat, karena pada dasarnya orang yang selalu mengejar-ngejar harta kekayaan hatinya tidak akan tenteram.

B. Toleransi (Tasamuh)

        Toleransi menurut arti bahasa adalah tenggang rasa sedangkan menurut istilah saling menghargai antara sesama manusia. Manusia adalah makhluk sosial, artinya ia tidak bisa hidup sendiri. Mereka masing-masing saling membutuhkan. Misalnya kita membutuhkan baju, maka proses pembuatannya mulai dari menanam kapas, memintal benang sampai akhirnya menjadi kain itupun kita masih butuh tukang jahit. Begitu juga masalah pangan. Dari pak tani menanam padi dimulai dari membajak dengan sapi atau traktor untuk menggemburkan tanah, baru bercocok tanam, kemudian tua dipanen, dijemur, dan digiling menjadi beras. Dari proses menanam sampai menjadi beras itu jelas banyak tangan yang bekerja. Tidak mungkin kita bekerja sendiri. Dari hal tersebut kita menjadi tahu ternyata kita saling membutuhkan. Maka dari itu kita harus saling menghormati satu dengan yang lain.

1. Penerapan Toleransi

         Sudah menjadi kehendak Allah SWT kalau bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan (keragaman) bangsa kita meliputi keragaman suku, ras, dan agama. Keragaman ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Sebaliknya, keragaman ini juga bisa berdampak kepada konflik antarkelompok bernuansa SARA (suku, agama, ras, an antargolongan) yang sangat merugikan. Keragaman bangsa Indonesia bisa menjadi potensi yang besar untuk membangun manakala segala perbedaan yang ada, diambil nilai positifnya. Karena adanya keragaman, maka orang Jawa bisa dengan mudah merasakan masakan Padang, orang Irian bisa merasakan enaknya lumpia Semarang, orang Aceh bisa merasakan sate Madura, orang Dayak bisa belajar membuat empek-empek Palembang. Karena keragaman itu pula, bangsa Indonesia kaya akan budaya, baik berupa seni tari, arsitektur rumah, upacara adat, dan keragaman lain.

          Sebaliknya, kalau perbedaan yang ada dijadikan sumber konflik antarkelompok, maka tidak akan ada habisnya. Jangankan berbeda sukunya, beda kampung pun kalau mau dijadikan konflik, terjadilah tawuran antarkampung. Jangankan beda agama, sama-sama Islam namun beda tempat pengajiannya pun bisa menjadi ajang konflik. Masing-masing merasa paling benar. Oleh karenanya diperluan rasa saling memahami, saling mengerti, dan tenggang rasa. Sikap seperti ini disebut dengan toleransi. Dalam ajaran Islam toleransi ini disebut dengan istilah tasamuh.

           Tasamauh atau toleransi ini sendiri merupakan salah satu pilar dalam ajaran Islam. Agama Islam adalah agama yang cinta damai dan mengajarkan kedamaian. Bangsa Arab yang dulunya merupakan bangsa yang suka bertikai antarkelompok, antarkabilah, dan antarsuku, dengan kedatangan Islam mereka menjadi bangsa yang damai. Dan kunci dari perdamaian itu adalah adanya kesadaran bertoleransi antarkelompok dan antarindividu. Dengan demikian, umat Islam yang benar-benar memahami ajarannya, tentu harus bersikap toleran, baik kepada saudara-saudaranya sesama Islam maupun kepada orang yang beragama selain Islam.
Firman Allah SWT :
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang lebih dicintai oleh Allah adalah yang lebih bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al Hujurat : 11)

a. Persaudaraan Sesama Muslim
        Banyak sekali hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap muslim itu bersaudara. Persaudaraan antarmuslim ini tidak dibatasi oleh ruang dan lingkup tertentu saja. Di manapun muslim itu berada, maka mereka semua adalah saudara-saudara kita. Persaudaraan antarmuslim ini tidak dibatasi oleh tempat pengajian, organisasi, wilayah, negara, maupun bangsa. Jadi, ironis sekali manakala antara muslim satu dengan yang lain menjadi bertikai hanya karena perbedaan pendapat mengenai jumlah rekaat salat tarawih, qunut, maupun perbedaan dalam menentukan tanggal 1 Syawal ketika hari raya Idul Fitri.
        Mengenai perbedaan pendapat dalam Islam, sudah pernah diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya :
Artinya : “Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.” (Al Hadis)
Sabdanya yang lain :

Artinya :”Kamu akan melihat orang-orang yang beriman dalam saling menyayangi, saling mencintai, saling mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka bagian yang lain pun ikut merasakannya dengan tidak dapat tidur dan badan panas “. (HR. Kesepakatan ahli hadis)

b. Toleran kepada Non Muslim

          Walaupun Allah menyatakan bahwa agama yang diridhai di sisi-Nya adalah agama Islam, hal ini bukan berarti semua orang harus dipaksa memeluk agama Islam. Umat Islam boleh berbuat semena-mena kepada umat yang bukan muslim. Nabi Muhammad saja, sebagai manusia yang paling taat dan dekat kepada Allah SWT. beliau selalu diingatkan oleh Allah SWT bahwa tugas beliau hanya menyampaikan berita (al balagh) dari Allah SWT. Rasulullah SAW tidak berhak dan tidak bisa memaksa orang lain untuk percaya dan mengikuti beliau, betapapun benar dan mulianya ajaran yang dibawanya. Pada suatu ketika Rasulullah terbersit keinginannya untuk memaksakan ajarannya kepada para Quraisy yang belum beragama Islam, maka turun peingatan dari Allah dalam surat Yunus ayat 99 :
Artinya : “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki : tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman seluruhnya?” (QS 10:99).

         Oleh karena itu, sikap toleran, menghargai, dan menghormati bahkan bisa bekerja sama dengan orang yang bukan Islam juga merupakan bagian dari ajaran Allah SWT yang harus dilaksanakan oleh umat muslim.
       Ayat di atas juga menjelaskan bahwa sikap toleransi tidak memandang suku, bangsa, dan ras. Karena mereka terpaut dalam satu keyakinan sebagai makhluk Allah di muka bumi. Di hadapan Allah semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Adapun yang membedakan mereka di hadapan Allah adalah prestasi taqwa.

2. Fungsi Toleransi
          Sikap toleran dan baik hati terhadap sesama terlebih lagi dia seorang muslim pada akhirnya akan membias kembali kepada kita. Misalnya kita akan banyak memperoleh kemudahan dan peluang hidup karena adanya relasi (hubungan) baik. Di samping itu Allah akan membalas semua kebaikan kita di akhirat kelak. sabda rasulullah SAW :
Artinya: Siapa yang membantu menghilangkan kesulitan orang mukmin satu kesulitan di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan kesulitan dia dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang menghadapi kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim).

          Adapun toleransi terhadap nonmuslim mempunyai batasan-batasan tertentu. Selama mereka mau menghargai kita, tidak menyerang, dan tidak mengusir kita dari kampung halaman, mereka pun harus kita hargai. Karena pada dasarnya sama sebagai makhluk Allah SWT. Begitu indahnya ajaran Islam sehingga digambarkan dengan kalimat :

           Artinya: Jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Bersikap tasamuh bukan berarti kita toleran terhadap sesuatu secara membabi buta tanpa memiliki pendirian. Sikap tersebut harus dibarengi dengan suatu prinsip yang adil dan membela kebenaran. Kita tetap harus tegas dan adil jika dihadapkan pada suatu masalah baik menyangkut diri sendiri, keluarga, ataupun orang lain. Walaupun keputusan tersebut akan berakibat pahit pada diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Katakanlah yang haq sekalipun pahit rasanya.” (HR. Abu Dzar Al Ghifari).

Allah SWT berfirman  :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang benar-benar berdiri menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi untuk adil. Dan janganlah kamu didorong oleh permusuhan terhadap suatu kaum, sampai kamu tidak berlaku adil. Berbuat adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Jumat, 22 Juli 2011

Selamat Datang Ramadhan


Selamat Datang Ramadhan

            Tidak lama lagi umat islam akan menyambut datangnya bulan yang penuh berkah yaitu bulan Ramadhan, disini kita harus merenung sejenak untuk memberi beberpa catatan.

            Seyogyanya, dengan kedatangan bulan Ramadhan ini, kita semua umat islam di seluruh penjuru dunia saling memberi ucapan selamat, baik antara individu, antar masyarakat maupun maupun antar Negara, sambil mendoakan dengan tulus agar Ramadhan kali ini dapat menabur semerbak wangi keimanan dan menorehkan keistimewaannya kepada setiap orang yang beriman bahwa di dalam bulan yang penuh berkah ini kita senantiasa menjadikan insan yang baik dihadapan Nya.

            Dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini, setiap muslim harus memberi selamat kepada saudaranya. Ini harus dilakukan, Karena Rasulullah saw. Yang merupakan teladan dan contoh hidup kita.

            Imam Tirmidzi, Ibnu Khuzainah dan ulama lainnya meriwayatkan dengan sanad yang hasan (baik), bahwa ketika bulan Ramadhan tiba, Rasullulah saw, bersabda.

“Apabila datang bulan Ramadhan maksudnya, di malam pertama bulan Ramadhan setan-setan, yang melanggar dari golongan jin itu, diikat. Pintu-pintu neraka ditutup, dan pintu-pintu surga dibuka, sehingga tidak ada satu pun  pintu nya yang ditutup. Lalu ada satu suara yang berseru,‘ Siapa pun yang menghendaki kebaikan, maka datanglah dan siapa pun yang menghendaki kejelakan, maka tahanlah, dan Allah akan membebaskan sejumlah hamba-hamban-Nya dari neraka”

            Thabrani meriwayatkan sebuah hadis dengan perawi-perawi yang tsiqaat (kuat) dari ‘Ubadah bin Shamit r.a., bahwa Rasullulah saw. bersabda,

“Ramadhan, bulan yang penuh berkah, telah datang kepada kalian. Di dalamnya, Allah melimpahkan anugerah kepada kalian. Dia menurunkan rahmat dan menghapus sekian banyak dosa. Allah akan melihat bagaimana kalian berlomba- lomba (mengerjakan kebaikan) didalamnya dan membanggkan kalian atas para malaikat-Nya. Oleh sebab itu, tunjukkanlah kebaikan dirimu kepada Allah, sesungguhnya orang yang celaka adalah yang tidak mendapatkan rahmat Allah selama menjalaninya (Ramadhan).

            Semua kaum muslimin harus mengucapkan selamat atas kedatangan bulan yang mulia ini, karena Allah ta’ala memberinya berbagai keistimewaan yang tidak ada pada bulan-bulan ini, Allah mewajibkan puasa pada siang hari, selain itu , pahala di bulan Ramadhan ini dilipatgandakan hingga tanpa batas.
Puasa adalah milik (untuk)-Ku dan aku member pahala karenanya”. (HR.Bukhari dan Muslim)”.

            Allah juga menyediakan Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Orang yang memberi hidangan berbuka kepada orang yang berpuasa, akan di ampuni dosa-dosanya dan mendapatkan pahala seperti yang didapat oleh orang tersebut tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.

            Saat ini, meskipun sudah terlalu jauh jarak waktu yang memisahkan kita dari periode emas yang menjadi titik tolak sejarah penerapan syariat islam, yakni periode Rasullulah saw, dan para Sahabatnya, Ramadhan yang kita jalani sekarang tetap Ramadhan yang memiliki kedudukan agung dan tinggi dalam agama Allah swt. Sebab di bulan Ramadhan , Al-Quran diturunkan dengan misi mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dan membimbing manusia supaya bebas dari penyimpangan dan kesesatan menuju kebenaran dan petunjuk. Sebagaimana dengan firman Allah swt.

“ Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan bagi petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan batil)”. (al-Baqarah [2]:185).

            Ramadhan adalah bulan kemenangan, kemulian, dan pembeda yang menunjukkan keunggulan kebenaran atas kebatilan. Ia juga merupakan bulan magfirah (pengampunan dosa), rahmat (kasih sayang), pembebasan dari api neraka, takwa dan pahala yang sangat besar.

            Sebelum Ramadhan tiba, terlalu banyak waktu yang telah kita habiskan dalam kerugian, sepanjang bulan, minggu, hari, bahkan jam. Banyak diantara kita yang terjerumus kedalam gelombang nafsu syawat, kegiatan sia-sia dan kenikmatan yang tidak Allah ridhoi. Kita pun bergerumul  dengan permainan dan kesenangan hedonistik, sehingga membuat hati kita menjadi keras,  menjauhkan dari hati kita kepada Allah pemilik bumi dan langit, lalai dengan kehidupan akhirat, dan melupakan atau lupa dengan kematian. Lalu dengan masuknya bulan Ramdhan ini kita berharap agar dapat menyadarkan jiwa-jiwa kita yang lalai dan pikiran-pikiran yang liar, sehingga dapat mengevaluasi diri, kembali kepada kebenaran, dan meluruskan perilaku yang selama ini menyimpang.

            Sejak sekian lama, Ramadhan tiba di saat kondisi kaum muslimin sangat mengenaskan akibat kedengkian musuh yang sudah menampakkan taringnya dengan jelas. Terbongkar sudah sikap mereka yang sebenarnya terhadap islam dan pemeluknya, yakni memusuhi,dengki, iri dan benci, sehingga membuat  hati kita miris, perasaan kita terluka, dan pikiran galau.

            Lebih menyakitkan lagi, bila kita sadar bahwa kaum muslimin sendiri berperan dalam menghancurkan dirinya sendiri, akibat menyimpang terlalu jauh dari petunjuk Allah, perpecahan, mengutamakan kepentingan pribadi dan keuntungan sesaat, sehingga timbul kekacauan, kelaparan (kemiskinan), pertikaian dan keadaan yang semakin memburuk. Semoga kedatangan Ramadhan bersama segala kebaikan dan keistimewaannya, dan fenomena kritis kondisi umat saat ini yang sangat memilukan, dapat mengetarkan hati orang-orang yang selama ini lalai terhadap perintah dan larangan Nya. Allah swt telah memperingatkan dengan keras terhadap manusia yang memutuskan perkara menuruk kehendak hawa nafsu nya, sebagaimana firman Allah :

“ Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah Allaj turunkan kepadamu (QS. al-Maidah [5]:49).

            Ketika kita menyongsong kedatangan bulan yang penuh berkah ini, kita sangat membutuhkan sekian  banyak catatan untuk merenungkan pilar agama yang agung dan ibadah (puasa) in, agar dapat memahaminya dengan benar. Dengan demikian, kita tidak termasuk orang yang menyambut dengan gembira, tapi melepas kepergiannya dengan sengsara dan melupakannya begitu saja. Jagalah agar bulan ini menjadi titik tolak baru dalam membangun hubungan dengan Allah swt, dalam setiap aspek dan dimensi kehidupan kita.


           
           

Jumat, 15 Juli 2011

JEJAK SYARIAH DAN KHILAFAH DI INDONESIA

          Tidak banyak kaum Muslim, khususnya di Indonesia, yang tahu bahwa pada bulan Maret ini, 83 tahun lalu menurut hitungan Masehi dan 86 tahun menurut hitungan Hijriah, tepatnya tanggal 3 Maret 1924, Khilafah Islam yang berkedudukan diTurki diruntuhkan oleh kekuatan penjajah Inggris melalui kakitangannya, Mustafa Kemal Attaturk. Sepantasnya kaum Muslim prihatin-sebagaimana jutaan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang sedih luar biasa saatitu-menyaksikan institusi politik Islam global itu diruntuhkan.

         Ya, kita pantas prihatin dan bersedih karena: Pertama, Khilafah adalah institusi politik yang telah di-nubuwwah-kan oleh Rasul saw. sejak 14 abad yang lalu: Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi.
Setiap nabi meninggal, nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan tetapi, nanti akan ada banyak khalifah. (HR al-Bukhari dan Muslim).

         Karena itu, mengangkat Khalifah (kepala negara Khilafah) adalah kewajiban seluruh umat Islam, sebagaimana juga disabdakan Rasulullah saw.: Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati Jahiliah. (HR Muslim).

      Kedua, Khilafahlah yang lebih dari 13 abad mengayomi dan mempersatukan kaumMuslim sedunia, dengan seluruh kemajuan peradabannya, kejayaan institusinya dankemakmuran warga negaranya. Bahkan kaum Muslim Indonesia pun pernah merasakan perhatian dan kepedulian Khilafah; sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh kaum Muslim sendiri di negeri ini.

       Namun demikian, tulisan berikut tidak dimaksudkan untuk "meratapi" keruntuhan Khilafah. Tulisan ini lebih ditujukan agar kita tidak mudah melupakan begitu saja sejarah kita sendiri sebagai umat Islam, khususnya di Indonesia, yang diakui atau tidak, banyak diwarnai oleh warna Islam. Bahkan jejak syariah dan Khilafah di Indonesia sebetulnya bisa ditelusuri dari sejumlah rujukan dan bukti sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan.

 Awal Masuknya Islam
 
       Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Saat itu sudah ada jalur pelayaranyang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Baratsejak abad ke-7. (Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita, dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, 2002, Ichtiar BaruVan Hoeve, Jakarta, hlm. 9-27).

        Sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Demikian pula Kerajaan Ternate tahun 1440.Kerajaan Islam lain di Maluku adalah Tidore dan Kerajaan Bacan. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai. Di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam,
Palembang. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan Kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Silam diterapkan dalam institusi Kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi
Kesultanan Bima. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian
"Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).

Jejak Penerapan Syariah Islam

       Seiring perjalanan waktu, hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dansistemik di Indonesia. A.C Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalahkerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara pada abad ke-17. Di Banten, hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan bagi pencurian senilai 1 gram emas telah dilakukan pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Iskandar Muda pernahmenerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUDIslam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Sultan Alaudin dan Iskandar Muda memerintahkan pelaksanaan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam dan ibadah puasa secara ketat. Hukuman dijalankan kepada mereka yang melanggar ketentuan. (Musyrifah Sunanto, 2005).

         Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam I di Jawa memiliki jabatan qadi diKesultanan yang dijabat oleh Sunan Kalijaga. De Graff dan Th Pigeaud mengakui hal ini. Di Kerajaan Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum di bawah pengaruh hukum Islam oleh Sultan Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan dihukumi menurut kitab Kisas, yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung.

       Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan pengharaman riba. Menurut Alfian, deureuham adalah mata uang Aceh pertama. Istilah deureuham dari bahasa Arab dirham. Selain itu Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297/1326) telah mengeluarkan mata uang emas. (Ekonomi Masa Kesultanan; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: 

         Khilafah dalam bagian "Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002). Hubungan dengan Khilafah Di samping penerapan syariah Islam, hubungan Nusantara dengan Khilafah Islam pun terjalin. Pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. (Ayzumardi Azra, 2005).

          Sebagian pengemban dakwah Islam juga merupakan utusan langsung yang dikirimoleh Khalifah melalui amilnya. Tahun 808H/1404M adalah awal kali ulama utusanKhalifah Muhammad I ke Pulau Jawa (yang kelak dikenal dengan nama Walisongo). Setiap periode ada utusan yang tetap dan ada pula yang diganti. Pengiriman ini dilakukan selama lima periode. (Rahimsyah, Kisah Wali Songo, t.t., Karya Agung Surabaya, hlm. 6).

        Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.

      Hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan. Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Struktur Politik dan Ulama: Kesultanan Banten, 2002).

        Selain itu, Snouck Hurgrounye, sebagaimana yang dikutip oleh Deliar Noer, mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, melihat stambol (Istanbul, ibukota Khalifah Usmaniyah) senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang Mukmin dan tetap (dipandang) sebagai raja dari segala raja di dunia. (Deliar Noer, 1991).

    Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Itu  Pada masa penjajahan, Belanda berupaya menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekular melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama. (H. Aqib Suminto, 1986).

    Dari pandangan Snouck tersebut penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara. Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu
diganti dengan peraturan kolonial.

        Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.

      Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebihterkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye. Dikeluarkanlah:
Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidakmencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar. (H. Aqib Suminto, 1986).

          Demikianlah, syariah Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekular. Hukum-hukum sekular ini terus berlangsung hingga sekarang. Walhasil, tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah; sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim, sebagaimana mereka dulu berhasil mengenyahkan sang penjajah: Belanda.

 Perjuangan Tak Pernah Padam

         Meski penjajah Belanda menuai sukses besar dalam menghapus syariah Islam di bumi Nusantara, umat Islam di negeri ini tidak pernah diam. Perjuangan untuk menegakkan kembali syariah Islam terus dilakukan. Pada tanggal 16 Oktober 1905berdirilah Sarekat Islam, yang sebelumnya adalah Sarekat Dagang Islam. Inilah mestinya tonggak kebangkitan Indonesia, bukan Budi Utomo yang berdiri 1908 dengan digerakkan oleh para didikan Belanda. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 dengan melakukan gerakan sosial dan pendidikan. Adapun Taman Sisw, baru didirikan Ki Hajar Dewantara pada 1922. Sejatinya, KH Ahmad Dahlanlah sebagai bapak pendidikan. (H. Endang Saefuddin Anshari, 1983).

           Pada saat Pemilu yang pertama tahun 1955, Masyumi adalah partai Islam pertama dan terbesar yang jelas-jelas memperjuangkan tegaknya syariah Islam di Indonesia. Lahirnya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 adalah salah satu puncak dari perjuangan umat Islam dalam menegakkan syariah Islam di Indonesia.

           Lebih dari itu, sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari agenda Khilafah Islam. Setelah institusi Khilafah Islam Ustmaniyah dibubarkan pada 3 Maret 1924, ulama dan tokoh pergerakan Islam Indonesia meresponnya dengan pembentukan Komite Khilafah yang didirikan di Surabaya pada 4 Oktober 1924, dengan ketua Wondosudirdjo (Sarikat Islam) dan wakilnya KH A. Wahab Hasbullah (lihat: Bendera Islam, 16 Oktober 1924). Kongres ini memutuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafah ke Kairo yang terdiri dari Surjopranoto (Sarikat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah), dan KH. A. Wahab dari kalangan tradisi. (Hindia Baroe, 9 Januari 1925). KH A. Wahab kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdhatul
Ulama. 

         Semua bukti sejarah ini menunjukkan kepalsuan tuduhan berbagai pihak-yang menolak syariah Islam dan Khilafah-bahwa Indonesia tidak pernah mengenal formalisasi syariah Islam oleh negara, apalagi Khilafah.