Jumat, 15 Juli 2011

JEJAK SYARIAH DAN KHILAFAH DI INDONESIA

          Tidak banyak kaum Muslim, khususnya di Indonesia, yang tahu bahwa pada bulan Maret ini, 83 tahun lalu menurut hitungan Masehi dan 86 tahun menurut hitungan Hijriah, tepatnya tanggal 3 Maret 1924, Khilafah Islam yang berkedudukan diTurki diruntuhkan oleh kekuatan penjajah Inggris melalui kakitangannya, Mustafa Kemal Attaturk. Sepantasnya kaum Muslim prihatin-sebagaimana jutaan umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang sedih luar biasa saatitu-menyaksikan institusi politik Islam global itu diruntuhkan.

         Ya, kita pantas prihatin dan bersedih karena: Pertama, Khilafah adalah institusi politik yang telah di-nubuwwah-kan oleh Rasul saw. sejak 14 abad yang lalu: Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para nabi.
Setiap nabi meninggal, nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku. Akan tetapi, nanti akan ada banyak khalifah. (HR al-Bukhari dan Muslim).

         Karena itu, mengangkat Khalifah (kepala negara Khilafah) adalah kewajiban seluruh umat Islam, sebagaimana juga disabdakan Rasulullah saw.: Siapa saja yang mati, sementara di pundaknya tidak ada baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati Jahiliah. (HR Muslim).

      Kedua, Khilafahlah yang lebih dari 13 abad mengayomi dan mempersatukan kaumMuslim sedunia, dengan seluruh kemajuan peradabannya, kejayaan institusinya dankemakmuran warga negaranya. Bahkan kaum Muslim Indonesia pun pernah merasakan perhatian dan kepedulian Khilafah; sesuatu yang tidak banyak diketahui oleh kaum Muslim sendiri di negeri ini.

       Namun demikian, tulisan berikut tidak dimaksudkan untuk "meratapi" keruntuhan Khilafah. Tulisan ini lebih ditujukan agar kita tidak mudah melupakan begitu saja sejarah kita sendiri sebagai umat Islam, khususnya di Indonesia, yang diakui atau tidak, banyak diwarnai oleh warna Islam. Bahkan jejak syariah dan Khilafah di Indonesia sebetulnya bisa ditelusuri dari sejumlah rujukan dan bukti sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan.

 Awal Masuknya Islam
 
       Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Saat itu sudah ada jalur pelayaranyang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Baratsejak abad ke-7. (Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita, dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, 2002, Ichtiar BaruVan Hoeve, Jakarta, hlm. 9-27).

        Sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Demikian pula Kerajaan Ternate tahun 1440.Kerajaan Islam lain di Maluku adalah Tidore dan Kerajaan Bacan. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai. Di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam,
Palembang. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan Kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Silam diterapkan dalam institusi Kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi
Kesultanan Bima. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian
"Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).

Jejak Penerapan Syariah Islam

       Seiring perjalanan waktu, hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dansistemik di Indonesia. A.C Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalahkerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara pada abad ke-17. Di Banten, hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan bagi pencurian senilai 1 gram emas telah dilakukan pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Iskandar Muda pernahmenerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUDIslam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Sultan Alaudin dan Iskandar Muda memerintahkan pelaksanaan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam dan ibadah puasa secara ketat. Hukuman dijalankan kepada mereka yang melanggar ketentuan. (Musyrifah Sunanto, 2005).

         Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam I di Jawa memiliki jabatan qadi diKesultanan yang dijabat oleh Sunan Kalijaga. De Graff dan Th Pigeaud mengakui hal ini. Di Kerajaan Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum di bawah pengaruh hukum Islam oleh Sultan Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan dihukumi menurut kitab Kisas, yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung.

       Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan pengharaman riba. Menurut Alfian, deureuham adalah mata uang Aceh pertama. Istilah deureuham dari bahasa Arab dirham. Selain itu Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297/1326) telah mengeluarkan mata uang emas. (Ekonomi Masa Kesultanan; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: 

         Khilafah dalam bagian "Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002). Hubungan dengan Khilafah Di samping penerapan syariah Islam, hubungan Nusantara dengan Khilafah Islam pun terjalin. Pada tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. (Ayzumardi Azra, 2005).

          Sebagian pengemban dakwah Islam juga merupakan utusan langsung yang dikirimoleh Khalifah melalui amilnya. Tahun 808H/1404M adalah awal kali ulama utusanKhalifah Muhammad I ke Pulau Jawa (yang kelak dikenal dengan nama Walisongo). Setiap periode ada utusan yang tetap dan ada pula yang diganti. Pengiriman ini dilakukan selama lima periode. (Rahimsyah, Kisah Wali Songo, t.t., Karya Agung Surabaya, hlm. 6).

        Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.

      Hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan. Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Struktur Politik dan Ulama: Kesultanan Banten, 2002).

        Selain itu, Snouck Hurgrounye, sebagaimana yang dikutip oleh Deliar Noer, mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, melihat stambol (Istanbul, ibukota Khalifah Usmaniyah) senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang Mukmin dan tetap (dipandang) sebagai raja dari segala raja di dunia. (Deliar Noer, 1991).

    Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Itu  Pada masa penjajahan, Belanda berupaya menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekular melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama. (H. Aqib Suminto, 1986).

    Dari pandangan Snouck tersebut penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara. Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu
diganti dengan peraturan kolonial.

        Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.

      Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebihterkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye. Dikeluarkanlah:
Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidakmencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar. (H. Aqib Suminto, 1986).

          Demikianlah, syariah Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekular. Hukum-hukum sekular ini terus berlangsung hingga sekarang. Walhasil, tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah; sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim, sebagaimana mereka dulu berhasil mengenyahkan sang penjajah: Belanda.

 Perjuangan Tak Pernah Padam

         Meski penjajah Belanda menuai sukses besar dalam menghapus syariah Islam di bumi Nusantara, umat Islam di negeri ini tidak pernah diam. Perjuangan untuk menegakkan kembali syariah Islam terus dilakukan. Pada tanggal 16 Oktober 1905berdirilah Sarekat Islam, yang sebelumnya adalah Sarekat Dagang Islam. Inilah mestinya tonggak kebangkitan Indonesia, bukan Budi Utomo yang berdiri 1908 dengan digerakkan oleh para didikan Belanda. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 dengan melakukan gerakan sosial dan pendidikan. Adapun Taman Sisw, baru didirikan Ki Hajar Dewantara pada 1922. Sejatinya, KH Ahmad Dahlanlah sebagai bapak pendidikan. (H. Endang Saefuddin Anshari, 1983).

           Pada saat Pemilu yang pertama tahun 1955, Masyumi adalah partai Islam pertama dan terbesar yang jelas-jelas memperjuangkan tegaknya syariah Islam di Indonesia. Lahirnya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 adalah salah satu puncak dari perjuangan umat Islam dalam menegakkan syariah Islam di Indonesia.

           Lebih dari itu, sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari agenda Khilafah Islam. Setelah institusi Khilafah Islam Ustmaniyah dibubarkan pada 3 Maret 1924, ulama dan tokoh pergerakan Islam Indonesia meresponnya dengan pembentukan Komite Khilafah yang didirikan di Surabaya pada 4 Oktober 1924, dengan ketua Wondosudirdjo (Sarikat Islam) dan wakilnya KH A. Wahab Hasbullah (lihat: Bendera Islam, 16 Oktober 1924). Kongres ini memutuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafah ke Kairo yang terdiri dari Surjopranoto (Sarikat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah), dan KH. A. Wahab dari kalangan tradisi. (Hindia Baroe, 9 Januari 1925). KH A. Wahab kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdhatul
Ulama. 

         Semua bukti sejarah ini menunjukkan kepalsuan tuduhan berbagai pihak-yang menolak syariah Islam dan Khilafah-bahwa Indonesia tidak pernah mengenal formalisasi syariah Islam oleh negara, apalagi Khilafah.

Syarat-Syarat Terkabulnya Doa

Agar do’a-do’a yang kita sampaikan kepada Allah swt semaksimal mungkin mencapai pengabulan dari-Nya, maka ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Di antaranya sebagai berikut: 

1) Hendaknya kita hanya meminta kepada Allah swt, tidak mempersekutukanNya dengan siapapun.

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS Al-Fatihah 5)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah 186)

2) Hendaknya kita semakin banyak melaksanakan berbagai perintah Allah berlandaskan iman 
    kepada-Nya, serta dengan jalan menghidupkan berbagai sunnah Rasulullah saw

”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku.” (QS Al-Baqarah 186)

“Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran 31)

3) Hendaknya isi redaksi do’a tidak hanya mencakup urusan dunia semata, melainkan mencakup
    urusan dunia dan akhirat sekaligus

“Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di   
   dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada 
  orang yang berdo`a, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan  
  peliharalah kami dari siksa neraka." 

Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS Al-Baqarah 200-202)

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS Asy-Syuro 20)

4) Hendaknya do’a disampaikan dengan “merendahkan diri” dan “suara yang lembut” 

   “Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah 
     tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-A’raf 55) 

   
Dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahwa orang-orang   
    mengeraskan suaranya ketika berdo’a, maka Rasulullah saw bersabda:

 “Hai manusia, kasihanilah dirimu karena kamu bukan menyeru kepada yang tuli dan gha’ib (tidak  
   ada), yang kamu seru itu adalah Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Dekat.”(HR Bukhari  
   22/385)

5) Hendaknya pada saat berdo’a memadukan di dalam jiwa perasaan “berharap” dan “takut”.  
    Berharap kepada Allah swt agar do’a tersebut dikabulkanNya, dan cemas kalau-kalau do’a kita  
   tidak  dikabulkan, bahkan tidak didengarNya.

   “ …dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan  
   dikabulkan).” (QS Al-A’raf 56)

6) Hendaknya kita meyakini bahwa do’a kita pasti InsyaAllah dikabulkanNya. Cepat ataupun 
    lambat. Di dunia ini maupun di akhirat kelak nanti. Yang penting kita tidak memaksa atau  
  “mendikte” Allah swt, suatu hal yang memang mustahil.
 
  “Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. 
    Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka 
   Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al-Mu’min 60)

   
Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta  
    kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke  
    dalam siksa Allah yang pedih. Maka Rasulullah saw bersabda:
   “Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah swt, maka Allah murka kepadaNya.” (HR Ahmad).