Sabtu, 25 Juni 2011

Indahnya Islam Bagi Masyarakat Dunia.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam”.
(QS Al-Anbiya’: 107)

Arti Islam

     Islam secara etimologi berarti; berserah diri, dan tunduk patuh. Secara terminologi artinya   berserah diri kepada Allah dengan cara men-tauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan melaksanakan ketaatan atas segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta bebas diri dari perbuatan syirik dan orang-orangnya.2).

       Apabila Islam disebut dengan Iman maka maksudnya adalah perkataan dan amalan. Islam   adalah satu-satunya agama yang benar dan satu-satunya yang diterima Allah. 3) Islam berarti berserah diri kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tundukdan patuh kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan atas segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta membebaskan diri   perbuatan syirik.
               Agama Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diterima Allah. Agama maupun
kepercayaan buatan selain Islam adalah batil tidak akan diterima dan ditolak mentah-mentah.
  
  Sebagaimana firman Allah;
“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima dan di akhirat termasuk
   orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imron: 85).

   Mudahnya Islam


          ”Islam itu tinggi dan tiada yang bisa menandingi ketinggiannya” (Ucapan ‘Ali bin Abu Tholib)

      Prinsip-prinsip agama Islam itu jelas, terang, kokoh, abadi selama-lamanya. Yang se muanyadiambil dari sumber utama; Al-Qur’an dan As-sunnah yang shohih. Konsep-konsep Islam  sangat gamblang, sempurna dalam hal keyakinan aqidah, amal ibadah, konsep syari’at, dan perilaku. Jauh dari kata-kata kacau, tidak pula muter-muter, plin-plan, ruwet dan mengada-ada. 

         Islam adalah sumber kebahagiaan, kesuksesan dan kemuliaan manusia. Segala jenis kebaikan semuanya terdapat dalam ajaran Islam. Ajaran Islam membuahkan berbagai jenis kebaikan dan keberkahan dunia akhirat. 
 
        Ajaran Islam cocok untuk seluruh bangsa dengan beraneka latar problematikanya. Islam sesuai disetiap masa dan tempat, di setiap kondisi dan situasi. Dengan Islam ini ummat manusia akan menjadi baik, sejahtera, dan aman sentausa. Tetapi Islam tidak tunduk kepada tempat dan kondisi umat.

PRINSIP - PRINSIP ISLAM


        Setiap muslim bisa jadi sebagai petani, polisi, aparatur negara, wiraswasta atau apa saja namunkewajiban menjadi seorang hamba Allah yang baik adalah kewajiban utama dalam hidupnya.Sehingga mengetahui dasar dan karakteristik agama Islam merupakan kewajiban pula.


         Dengan mengetahui Islam kita akan semakin yakin bahwa hanya Islam sajalah yang dapat
menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi oleh seluruh manusia. Baik individu, rumah tangga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam seluruh aspek kehidupan, entah masalah keyakinan, ibadah, akhlaq, ekonomi, politik dan seterusnya. Semuanya telah diterangkan secara global di dalam Islam.


          Maka Islam merupakan nikmat yang besar dari Allah untuk manusia. Orang yang tidak
mengetahuinya akan senantiasa berada pada kegelapan dan kerugian. Akibatnya dia menderita
dalam kekafirannya. Hidupnya sengsara dan celaka, jauh dari ketentraman dan di akhirat disiapkan siksa yang pedih.







Bersikap Jujur, Menjauhi Dusta

Seorang Muslim sejatinya bukanlah pembohong atau orang yang biasa melakukan  kebohongan. Bahkan seharusnya ia tidak pernah berbohong; kecuali dalam hal yang dibenarkan oleh syariah, seperti pada saat berperang melawan musuh atau demi mendamaikan dua orang Muslim yang sedang berselisih. Sebaliknya, seorang Muslim wajib selalu berkata dan bersikap jujur/benar. Apalagi jika dia adalah seorang pemimpin umat, tokoh masyarakat, atau malah seorang pejabat atau penguasa.

Berbohong jelas perbuatan dosa. Sebaliknya, berkata dan berperilaku jujur/benar adalah wajib. Allah SWT berfirman (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan jadilah kalian beserta orang-orang yang jujur/benar (QS at-Taubah [9]: 119).

Dalam kitab Hawasyi Syarh al-‘Aqa’id, al-‘Allamah Ibn Abi Syarif menyatakan, “Dalam istilah kaum sufi, kejujuran/kebenaran (ash-shidqu) bermakna: samanya (perilaku seseorang) dalam keadaan tersembunyi (dari manusia) maupun dalam keadaan terang-terangan (terlihat manusia); kesesuaian (penampakan) lahiriah seseorang dengan batiniahnya. Dengan kata lain, keadaan seorang hamba tidak bertentangan dengan perilakunya, dan perilakunya tidak berlawanan dengan keadaannya.”

Dalam kitab Risalah al-Qusyairiyah karya Syaikh Zakariya dinyatakan bahwa al-Junaid pernah ditanya, “Samakah sikap jujur/benar dengan ikhlas?” ia menjawab, “Keduanya berbeda. Jujur/benar itu pangkal/pokok (ashl[un]), sementara ikhlas itu ranting/cabang (far’[un]). Kejujuran/kebenaran adalah pangkal segala sesuatu, sedangkan keikhlasan tidak terjadi kecuali setelah melakukan perbuatan. Amal perbuatan tidaklah diterima oleh Allah SWT  kecuali dengan sikap jujur/benar dan ikhlas.”

Dalam ayat di atas, Allah SWT berfirman (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah; yakni dengan cara meninggalkan maksiat (dan tentu dengan menjalankan ketaatan kepada Allah SWT). Jadilah kalian beserta orang-orang yang jujur/benar; yakni baik dalam keimanan maupun  dalam memenuhi berbagai macam perjanjian.  Sebagian ulama menyatakan: ma’a ash-shadiqqin (beserta orang-orang yang jujur/benar) artinya bersama orang-orang yang senantiasa berdiri di atas jalan hidup yang benar (‘ala minhaj al-haqq).

Terkait dengan ayat di atas, di dalam sebuah hadisnya Baginda Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya kejujuran/kebenaran (ash-shidqu) mengantarkan pada kebaikan (al-birru), dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan pada surga. Sesungguhnya kebohongan/kedustaan mengantarkan pada kefasikan/kemaksiatan, dan sesungguhnya kefasikan/kemaksiatan mengantarkan pada neraka. Sesungguhnya seseorang yang benar-benar bersikap jujur/benar akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur/benar. Sesungguhnya seseorang yang benar-benar berbohong di sisi Allah akan dicatat sebagai pembohong.” (Mutaffaq ‘alaih).

Maknanya, kejujuran/kebenaran dalam ucapan akan mengantarkan pada amal shalih yang sunyi dari  segala cela. Dalam hal ini al-birru adalah nama untuk menyebut segala jenis kebaikan (al-khayr). Imam al-Qurthubi berkata, “Setiap orang yang memahami Allah SWT wajib bersikap jujur/benar dalam ucapan, ikhlas dalam amal perbuatan dan senantiasa ‘bersih’ (tidak banyak melakukan dosa/kemaksiatan) dalam seluruh keadaan. Siapapun yang keadaannya seperti itu, dialah orang-orang benar-benar baik dan benar-benar ada dalam ridha Allah Yang Maha Pengampun.” (Lihat: Muhammad bin ‘Allan ash-Shiddiqi, Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh ash-Shalihin, I/ 146).
Seorang yang jujur/benar pasti akan jauh dari sifat-sifat munafik-sebagaimana dinyatakan oleh Baginda Rasulullah SAW-yakni: dusta dalam berbicara;  ingkar janji, mengkhianati amanah (HR al-Bukhari dan Muslim).

Terkait dengan sifat munafik ini, Sahabat Hudzaifah ra pernah berkata, “Orang-orang munafik sekarang lebih jahat (berbahaya) daripada orang munafik pada masa Rasulullah SAW” Saat ia ditanya, “Mengapa demikian?” Hudzaifah menjawab, “Sesungguhnya pada masa Rasulullah SAW mereka menyembunyikan kemunafikannya, sedangkan sekarang mereka berani menampakkannya.”‌ (Diriwayatkan oleh al-Farayabi tentang sifat an-nifaq (51-51), dengan isnad sahih).

Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Al-Kidzb (dusta) adalah salah satu rukun  dari kekufuran.”‌ Selanjutnya ia menuturkan bahwa jika Allah menyebut kata nifak dalam Alquran, maka Dia menyebutnya bersama dengan dusta (al-kidzb). Demikian pula sebaliknya (Lihat: QS al-Baqarah: 9-10; QS al-Munafiqun: 1).

Walhasil, dusta/bohong merupakan karakter yang secara kongkret membuktikan bahwa pelakunya telah terjangkiti virus‌ kemunafikan. Semoga kita terpelihara dari sifat tersebut. Amin.